Perangi
Hoax, Genggam Kebenaran
Oleh Silvia Dyah Puspita Sari
Perbincangan tentang hoax atau berita bohong semakin menarik perhatian
masyarakat. Dalam kamus oxford dijelaskan istilah hoax mempunyai makna
kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Zaman memang semakin mengalami
perkembangan, termasuk dalam hal penyampaian berita. Dahulu hanya bisa melalui
secarik kertas atau media cetak. Saat ini, sudah marak berita melalui media
sosial (medsos). Laksana lahan luas yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna atau
warga internet (biasa disebut dengan netizen).
Acapkali medsos bisa dijadikan sebagai wahana komunikasi, menampung dan
menyebarkan berbagai infomasi. Namun, bisa jadi sebagai lahan subur untuk
menebarkan berbagai kebohongan. Sebagai contoh, pada tahun 2013 ada hoax
tentang makanan atau minuman produk tertentu yang dapat menyebabkan kanker.
Tentu saja berita tersebut merugikan perusahaan yang menjual produknya. Selain
itu, juga ada netizen yang menyebutkan bahwa minuman serbuk memiliki kandungan
berbahaya yang dapat menyebabkan batuk dan pengerasan otak.
Tak hanya hoax tentang makanan dan minuman, di sisi lain juga ada hoax
tentang keadaan sosial, informasi yang bisa menimbulkan kegaduhan dalam
kehidupan bermasyarakat. Penyebaran hoax melalui medsos sangatlah cepat. Bahkan,
dalam hitungan menit bisa diakses oleh ratusan bahkan ribuan pengguna internet lainnya.
Hoax seakan semakin meraja lela, sehingga bisa memecah-belah persatuan dan
kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, hoax tersebut sudah sepatutnya kita perangi. Kita
sebagai guru, yaitu pendidik bagi calon generasi penerus bangsa harus
menggenggam erat nilai-nilai kebenaran yang ada.
Anti
Hoax Sang Pendidik
Guru dan siswa perlu bekerja sama untuk memerangi hoax. Guru yang mempunyai
tugas mendidik dan membimbing siswa bisa memaksimalkan potensi yang ada.
Tindakan menangkal, mencegah, dan menanggulangi bahaya hoax jauh lebih baik
jika dilakukan sedini mungkin. Melakukan hal-hal yang dapat mengubah pola pikir
siswa. Terutama pada siswa usia SD yang masih cenderung bersifat imitasi.
Mereka masih suka meniru hal-hal yang diajarkan atau dicontohkan oleh gurunya.
Acapkali siswa baik di lingkungan sekolah atau rumah, pernah dihebohkan
oleh hoax yang sedang marak. Termasuk kita sebagai pendidik pastinya pernah
mengalami hal serupa tentang hoax. Hoax sering ditelan mentah dan dianggap
sebagai hal yang benar. Hal tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus. Jadi,
kita haruslah bersikap anti terhadap hoax yang semakin menjadi-jadi.
Kita sudah sepatutnya untuk
mengidentifikasi mana berita hoax dan mana yang berita asli. Ada lima hal yang
dapat kita lakukan yaitu hati-hati dengan judul provokatif, cermati alamat
situs, periksa fakta, cek keaslian foto, dan ikut serta grup diskusi anti hoax.
Seringkali berita hoax bersifat provokatif, judul berita dibuat sensasional
agar menarik perhatian netizen. Akan tetapi, isi berita kadang tidak sesuai.
Kita perlu waspada jika menemukan berita yang demikian. Sebaiknya cari sumber
lain atau situs resminya.
Ketika membuka situs, cermati link atau URL-nya, apakah itu benar-benar
website resmi atau hanya blog pribadi netizen. Setelah membuka situs, periksa
tentang kebenaran fakta dari berita tersebut. Apakah memang benar-benar fakta
atau hanya sekadar opini? Netizen pasti bisa menyimpulkan jika memang ada
niatan untuk meneliti. Hal lainnya dengan mengecek keaslian foto. Netizen bisa
masuk ke dalam pencarian Google Images. Selain melakukan cara-cara itu, kita
juga bias berdiskusi dengan teman-teman di grup tertentu yang membahas tentang
hoax.
Berdasarkan keadaan yang terjadi, kita sebagai pendidik pun tahu bahwa
perkembangan penyebaran berita semakin cepat dan meluas sejak ada internet. Menurut
KBBI edisi elektronik, disebutkan bahwa internet adalah jaringan komunikasi elektronik yang
menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas komputer yang terorganisasi di
seluruh dunia melalui jaringan telepon atau satelit.
Termasuk siswa juga sudah terbiasa
dengan smartphone/android yang tak bisa dipisahkan dengan internet.
Kita tentunya paham, internet bisa dijadikan sebagai media belajar
siswa, tetapi juga tidak menutup kemungkinan juga banyak informasi yang sekadar
hoax. Hal itu tentu mempunyai dampak negatif. Terdapat empat dampak hoax yang
dapat merugikan.
Pertama, hoax merugikan suatu pihak. Ketika berita yang tak jelas
kebenarannya disebarkan pada masyarakat umum, sudah pasti aka nada pihak yang
dirugikan. Misalnya saja, pada tahun 2011 ada hoax yang menyebutkan tentang
bahayanya meminum minuman sachet. Netizen yang membuat tulisan hoax tersebut,
terang-terangan memaparkan daftar nama minuman tersebut. Jelas sekali hal itu
ditujukan pada suatu perusahaan tertentu.
Selain itu, jika hoax berkaitan dengan pihak yang bersifat individu,
jelas sekali merugikan seseorang yang tidak bersalah. Citra nama baik menjadi
terkotori hanya karena penyebaran berita yang tidak bertanggung jawab oleh para
pembuat hoax. Acapkali, hoax hanya untuk ajang kesenangan saja bagi pelaku.
Mereka melakukan tanpa memikirkan akibat bagi orang yang bersangkutan.
Kedua, hoax dapat memberikan reputasi buruk akan seseorang atau sesuatu.
Ketika kita menerima atau mendapat berita, kita langsung membagikannya kepada
teman lainnya, kita juga termasuk dapat memberikan reputasi yang buruk pada
orang lain atau sesuatu jika itu berupa barang. Hoax dapat membuat citra orang
menjadi jelek, menurunkan kualitas penjualan produk dan barang tertentu. Ketika
hoax sudah tersebar meluas, tidak ada pihak yang mau bertanggungjawab akan hal
itu. Jadi, sebaiknya kita tetap selektif ketika mendapatkan informasi atau
berita apapun.
Ketiga, hoax dapat menyebarkan fitnah. Seperti ungkapan bahwa sebenarnya
fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Hal itu dapat dibenarkan. Karena kita
orang sudah dibunuh, maka sudah selesai urusan dengan kehidupan dunianya. Akan
tetapi, kita orang difitnah, orang tersebut akan menanggung malu seumur
hidupnya. Fitnah hanya bisa berakhir jika ada yang berhasil membersihkannya.
Itupun, tak bisa dikatakan dapat bersih seperti sedia kala.
Keempat, hoax itu menyebarkan informasi yang salah. Pada saat kita
menemukan suatu informasi atau berita yang judul beritanya terlihat
sensasional, jangan langsung percaya begitu saja. Coba buka dan baca isi berita
tersebut. Kejadian tersebut karena trik pembuat berita agar konten atau isi
berita mendapatkan banyak pengunjung. Terlalu banyak tipu daya yang terjadi di
jejaring sosial atau media sosial yang ada.
Berdasarkan uraian tentang dampak dari hoax, kita sebagai pendidik perlu
memberikan pendidikan atau edukasi kepada siswa atau keluarga. Pendidikan anti
hoax dapat dimulai dari hal-hal kecil. Misalnya saja dengan menanamkan dan
menumbuhkembangkan nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu
kehidupan di sekolah maupun di rumah. Guru dan siswa tetap perlu berkomunikasi
agar lebih tercipta suasana yang akrab untuk diskusi bersama.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bercerita tentang
permasalahan yang dihadapi atau dirasakan oleh siswa. Akan lebih baik lagi jika
menumbuhkembangkan kesadaran bagi guru dan siswa untuk tidak menjadi pembuat
dan penyebar berita hoax. Belajar untuk mencegah dan menangkal berita hoax
sebisa mungkin.
Penulis secara pribadi juga pernah mempunyai pengalaman tentang adanya
berita hoax. Ketika memperoleh
informasi tentang minuman sachet yang dikabarkan berbahaya, tidak langsung
percaya begitu saja. Akan tetapi, berusaha mencari informasi lain yang dirasa
lebih akurat dan dapat dipercaya. Hal tersebut perlu dibuktikan kebenarannya.
Bisa juga dengan melakukan uji coba terhadap minuman tertentu. Tak hanya itu,
lebih baik bertanya daripada diam dalam ketidaktahuan.
Seperti halnya tentang berita hoax yang baru-baru ini terjadi yaitu
tentang registrasi kartu prabayar. Ada berita yang menyebar di medsos yang
mengabarkan bahwa registrasi ulang paling lambat tanggal 31 Oktober 2017.
Apabila pengguna kartu tidak melakukan registrasi, maka kartu akan diblokir.
Mengetahui berita seperti itu, jelas itu merupakan berita hoax.
Sebagai warga negara yang baik, kita harus berpikir cerdas. Jangan
langsung percaya dengan hal atau berita yang baru. Bahkan, berita tentang
kewajiban melakukan registrasi kartu prabayar juga ditayangkan di televisi.
Selain itu, juga ada SMS resmi dari Kominfo yang berisi bahwa per 31 Oktober
2017 pelanggan wajib registrasi ulang nomor prabayar dengan Nomor Induk
Kependudukan dan Nomor Kartu Keluarga.
Penulis sendiri mencoba untuk menelaah setiap kata dan menganalisis mana
yang hoax, mana yang berita asli. Jelas bahwa per 31 Oktober itu berarti mulai
tanggal 31 Oktober. Kalau ada yang menyebutkan bahwa berakhir tanggal tersebut,
jelas itu yang namanya hoax.
Apabila kita menemukan berita hoax, sebaiknya tak hanya berpangku tangan
saja. Alangkah baiknya jika kita bisa melaporkan tindakan tersebut. Ada cara
yang dapat dilakukan untuk melaporkan hoax pada masing-masing media yang
digunakan. Jika kita menjumpai hoax di Facebook, kita bisa menggunakan fitur
Report Status atau Laporkan Status. Kalau ada banyak orang yang melaporkan,
biasanya status akan dihapus oleh Facebook.
Akan tetapi, jika kita menjumpai hoax di Google, tentu menu fiturnya
juga berbeda dari Facebook. Pada Google, kita dapat memanfaatkan fitur feedback sebagai umpan balik karena
telah menemukan informasi yang palsu. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika membuka layanan untuk pengaduan konten negatif. Netizen dapat
melapor melalui e-mail yang ditujukan ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id
untuk menyampaikan aspirasi tentang hoax yang diketahui.
Setelah kita mengetahui tentang hoax dan bahaya negatifnya, termasuk
cara memerangi hoax tersebut, tentunya kita sebagai pendidik dapat semakin
semangat dalam memerangi hoax. Katakan tidak pada hoax, tetap genggam nilai
kebenaran yang ada. Percaya boleh asal pada berita yang benar. Membiasakan
berpikir cerdas dalam menerima setiap berita maupun informasi akan menjadikan
kita lebih cerdas melangkah dan selektif dalam dunia nyata maupun medsos.
#antihoax #marimas #pgrijateng